Wahai saudaraku, orang yang tidak mempelajari ilmu agama pasti akan celaka, begitu pula orang yang alim tetapi tidak mengamalkan ilmunya, dia akan lebih celaka seribu kali lipat. Oleh karenanya, hati-hatilah! Jangan engkau tunduk pada tipu daya setan karena ia akan membelenggumu dengan tali tipuannya dan akan mencelakakan dirimu dengan cara buruknya.
Kemudian, ketahuilah bahwa sesungguhnya para ahli ilmu (santri, kiai, ulama, ustadz, atau kaum intelek Islam lainnya), di dalam belajar, mengajar dan menyebarkan ilmu, terbagi menjadi tiga kelompok:
Kelompok Pertama, yaitu kelompok orang-orang yang mencari ilmu agama untuk menjadikan ilmu tersebut sebagai bekalnya menuju akhirat, ia tidak bertujuan apa pun kecuali mencari ridha Allah dan kebahagiaan di akhirat. Kelompok ini adalah yang paling beruntung di antara kelompok yang lain.
Kelompok Kedua, yaitu kelompok orang-orang yang mencari ilmu agama sebagai alat di dalam meraih kesenangan duniawi, untuk mendapatkan kemuliaan dan pujian manusia serta untuk mendapatkan kedudukan, harta dan kemewahan. Walaupun begitu, mereka mengetahui dan menyadari bahwa maksud itu adalah salah dan menjadi tanda buruknya niat, mereka juga mengakui bahwa di dalam hatinya terdapat maksud yang kotor serta tujuan yang sangat murahan.
Kelompok ini termasuk golongan yang mengkhawatirkan. Mereka di antara dua kemungkinan: Pertama, apabila ajal menjemput mereka, sebelum mereka sempat bertobat, maka dikhawatirkan bagi mereka akhiran yang buruk (su’ul khatimah) dan nasib mereka di hari kiamat terserah kepada kehendak Allah. Kedua, jika ia menerima taufiq (pertolongan untuk bertobat) sebelum datangnya ajal lalu ia mampu beramal sesuai dengan ilmunya dan menyesali segala kekurangannya di masa yang lalu, maka baginya terdapat harapan besar bahwa suatu saat ia akan digabungkan dengan orang-orang yang beruntung. Berdasarkan sabda Rasulullah saw.: Orang yang bertobat dari dosa, (maka diampuni segala dosanya) seperti orang yang tidak mempunyai dosa.
Kelompok Ketiga, yaitu kelompok orang-orang yang mencari ilmu agama sebagai alat untuk menumpuk harta, untuk berlaku sombong dan mengejar kedudukan. Dia merasa paling hebat karena banyaknya pengikut serta memperalat ilmunya untuk meraih setiap tujuan dunia. Sementara dengan semua kesalahan itu, semua keburukan itu, ia merasa memiliki kedudukan yang tinggi di sisi Allah. Karena ia merasa berpakaian dengan pakaian ulama dan bergaya dengan gaya ulama, baik di dalam ucapan maupun formalitas, ditambah lagi dengan kegilaan mereka kepada dunia yang fana.
Secara zhahir maupun batin, dalam sudut pandang apapun, kelompok ini adalah kelompok orang-orang celaka dan bodoh yang tertipu dengan perasaan bangga kepada diri sendiri. Kelompok ini harapan tobatnya telah terputus, karena mereka tidak merasa bersalah bahkan mereka berprasangka bahwa mereka adalah orang-orang yang telah berbuat kebaikan. Mereka lupa terhadap firman Allah: Wahai orang-orang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. (QS. Ash-Shaff/61: 2-3)
Mereka itu juga termasuk golongan ulama tercela (ulama su’) yang dikhawatirkan bahayanya untuk umat oleh Rasulullah sebagaimana dalam sabda beliau: Ada sesuatu yang lebih aku takuti fitnahnya untuk kalian daripada dajjal, para sahabat bertanya, Apa itu wahai Rasulullah? Beliau bersabda: Para ulama tercela (ulama su’).
Baca: Biografi Lengkap Imam Al-Ghazali
Hal demikian itu alasannya ialah karena dajjal telah jelas statusnya, nyata kesalahannya dan dengan gamblang diketahui penyesatannya. Lain halnya dengan para ulama tercela ini, mereka mengajak manusia berpaling dari dunia dengan lisan dan ucapan, sedang dalam tindakan dan perilaku mereka mengajak manusia untuk mencintai dunia.
Padahal pengaruh bahasa sikap lebih tajam daripada pengaruh bahasa lisan, dan juga watak manusia akan lebih mudah mengikuti perbuatan daripada mengikuti perkataan. Akibatnya, kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan oleh perbuatan mereka lebih banyak daripada kebaikan-kebaikan yang ditimbulkan oleh perkataan-perkataan mereka. Sebab masyarakat awam (tidak berilmu) tidak akan berani mencintai dunia, kecuali akibat dari keberanian para ulama tercela di dalam mencintainya. Sehingga ilmu mereka telah menjadi sebab atas keberanian masyarakat untuk melanggar hukum-hukum Allah.
Lebih fatal lagi, di atas semua itu nafsu mereka yang bodoh selalu mengajak mereka untuk berangan-angan yang tinggi di sisi Allah, mendorong mereka kepada perasaan telah berjasa kepada-Nya dengan ilmu mereka, dan hawa nafsu mereka menggambarkan kepada mereka bahwa mereka lebih baik dari kebanyakan manusia.
Baca juga: Kisah Hijrahnya Imam Al-Ghazali
Oleh karena itu, jadilah engkau orang yang termasuk dalam kelompok pertama dan berhati-hatilah, jangan sampai engkau termasuk di dalam kelompok kedua! Janganlah engkau menunda-nunda tobatmu! Berapa banyak mereka yang sering menunda-nunda akhirnya meninggal dunia sebelum dia bertobat, maka celakalah dia dan terputuslah seluruh harapannya.
Dan awas! Jangan sampai engkau termasuk kelompok yang ketiga, karena dengan menjadi anggota kelompok ini engkau akan merugi dengan kerugian yang tiada menyisakan kesempatan untuk berbenah lagi, bahkan engkau akan celaka dengan kerugian yang tidak diharapkan keberuntungannya lagi. Golongan ini tidak dapat ditunggu kebaikannya untuk selama-lamanya.
Wallahu A’lam
Oleh: Saifur Ashaqi
Sumber: Kitab Bidayatul Hidayah