Biografi Singkat KH. Asror Ridwan Kaliwungu
KH. Asror Ridwan atau Mbah Asror lahir di kampung Kauman, Krajankulon, Kaliwungu, Kendal. Beliau adalah putra ketiga dari KH. Ridwan bin Musa. Adapun KH. Ridwan bin Musa adalah adik kandung dari KH. Irfan bin Musa (Pendiri Ponpes APIK) dan KH. Abdurrasyid bin Musa (Ayahanda KH. Utsman dan KH. Ahmad Badawi).
Mbah Asror lebih banyak menimba ilmu di daerahnya sendiri (Kaliwungu), dan diantara guru yang berperan penting dalam mempengaruhi kedalaman ilmu beliau adalah KH. Ahmad Ru’yat (saudara sepupu beliau) dan KH. Ahmad Badawi (kakak ipar beliau).
KH. Ahmad Ru’yat (Mbah Ru’yat) mengajarkan beliau tentang ilmu-ilmu syariat, sedangkan KH. Ahmad Badawi (Mbah Badawi) mengajarkan beliau tentang ilmu-ilmu Al-Qur’an. Hingga akhirnya, beliau bisa menguasai ulumussyariah dan ulumulqur’an.
Setelah beliau menguasai beberapa ilmu syariat dan ilmu Al-Qur’an, lalu beliau mengajar Al-Qur'an di majlis ta'limnya sendiri untuk kalangan santri dan masyarakat umum, baik bin-nadhar maupun bil-ghaib. Beliau juga diminta oleh Mbah Ru’yat untuk membantu mengajar kitab di Ponpes APIK. Diantara yang diajarkan beliau di Ponpes APIK adalah kitab Fathul Muin dan kitab Tafsir Jalalain. Biasanya beliau mengajarnya di sisi utara Masjid Besar Al-Muttaqin (serambi bagian utara) atau depan Ponpes APIK.
Menjelang wafatnya Mbah Ru’yat, beliau diminta oleh guru sekaligus saudara sepupunya itu untuk mengajar masyarakat Kaliwungu. Mbah Ru’yat meminta agar beliau mengajar di pagi hari (ba’da Subuh) supaya masyarakat Kaliwungu tidak buta akan ilmu agama. Dan dipilihlah kitab Tafsir Jalalain sebagai kitab yang diajarkan, tetapi sebelum memulai pengajaran, beliau membaca Al-Qur’an bil-ghaib sekira beberapa ayat.
Beliau dikenal sebagai sosok ulama yang rendah hati dan dermawan. Beliau tidak pernah menampakkan diri sebagai sosok ulama. Beliau juga sering memberi sesuatu kepada orang yang ditemuinya, baik dikenal maupun tidak dikenal.
Kesederhanaan dan Kerendahan Hati Mbah Asror
Suatu hari, Mbah Asror mendapat undangan Khatmil Qur’an dari salah satu muridnya yang berasal dari Purwodadi (Grobogan). Murid Mbah Asror tersebut sudah menjadi seorang kyai muda dan memiliki puluhan santri.
Saat akan berangkat menuju ke Purwodadi, Mbah Asror ditemani seseorang yang biasa menemani beliau saat bepergian ke luar kota. Seperti biasa, Mbah Asror mengenakan pakaian yang sederhana atau biasa-biasa saja. Sedangkan pendereknya (yang menemani beliau) mengenakan pakaian yang agak mewah.
Saat tiba di lokasi acara, puluhan santri langsung mengerubuti dan mencium tangan pendereknya Mbah Asror. Karena mereka mengira kyai yang ditunggu-tunggu itu dia. Setelah mendekati panggung acara, kyai muda itu langsung menyambut dan mencium tangan Mbah Asror yang kebetulan berjalan di samping pendereknya. Betapa kaget dan malu para santri, karena mereka salah mengira ternyata gurunya kyai mereka bukan orang yang dikerubuti dan dicium tangannya, tetapi malah orang yang tidak dicium tangannya oleh mereka.
Ada juga kisah tentang kerendahan hati (ketawadhu’an) Mbah Asror. Walaupun dikenal alim, beliau tidak malu pada setiap hari Selasa pagi, beliau mengaji kepada Kyai Muchlas di serambi Masjid Besar Al-Muttaqin. Padahal beliau lebih sepuh usianya dan secara dhahir kealiman beliau pun tidak kalah dengan Kyai Muchlas. Sebab, beliau menguasai ulumussyari’ah dan ulumulqur’an, sedangkan Kyai Muchlas hanya menguasai ulumussyari'ah.
Baca: Kaliwungu, Kota Santri Yang Melahirkan Ribuan Kiai
Ada lagi kisah tentang ketawadhu'an atau kerendahan hati Mbah Asror yang bersumber dari KH. Muntakhob Mustahdi (Pengasuh Ponpes Tahsinul Akhlak Cirebon). Mbah Asror pernah mengaji kitab Fathul Mu'in dan kitab Tafsir Jalalain kepada muridnya sendiri, yaitu KH. Mustahdi Hasbullah (Pendiri Ponpes Tahsinul Akhlak Cirebon). Mbah Asror tidak malu untuk ngaji kepada muridnya sendiri. Hal ini mengingatkan pada kisah kerendahan hati atau ketawadhu'an salah satu guru beliau, yaitu KH. Ahmad Ru'yat. KH. Ahmad Ru'yat juga pernah ngaji kepada muridnya sendiri, yaitu ngaji kitab Tafsir Munir kepada Shofi dari Pemalang dan ngaji kitab Durratun Nasihin kepada Irsyad dari Tegal.
Saking tawadhu'nya, saat Mbah Asror disuruh mengajar kitab Fathul Mu'in di serambi Masjid Al-Muttaqin sebelah utara oleh gurunya (KH. Ahmad Ru'yat), beberapa kiai Kaliwungu agak ragu dan tidak percaya, sebab Mbah Asror tidak pernah mondok lama di luar Kaliwungu. Namun, setelah Mbah Asror menjalankan perintah gurunya itu beberapa hari, kiai-kiai Kaliwungu pun takjub akan kealiman Mbah Asror. Ternyata, Mbah Asror benar-benar alim.
Jika ada seseorang bertanya tentang ulumussyari'ah kepada Mbah Asror, biasanya beliau menyuruh orang tersebut bertanya dulu kepada Mbah Humaid (KH. Humaidullah Irfan). Padahal orang tersebut tahu kalau sebenarnya Mbah Asror pun bisa menjawabnya.
Itulah di antara kesederhanaan dan kerendahan hati (ketawadhu'an) Mbah Asror. Beliau mengajarkan kepada kita bahwa kealiman dan kebesaran nama tidak harus diperlihatkan atau ditampakkan kepada orang lain. Allah-lah yang akan mengangkat derajat orang yang rendah hati (tawadhu’), bukan manusia ataupun yang lain.
Baca juga: Sekilas Profil PPTQ Al-Asror Kaliwungu
Diantara murid-murid Mbah Asror adalah sebagai berikut:
1. KH. Dahlan Salim Zarkasyi, Semarang, Jateng (Penemu Metode Qira’ati)
2. KH. Nur Hamim Adlan, Ponorogo, Jatim (Pengasuh Ponpes Nahrul Ulum)
3. KH. Luzain, Tangerang, Banten (Pengasuh Ponpes di Tangerang)
4. KH. Mustahdi Hasbullah, Winong, Cirebon (Pendiri Ponpes Tahsinul Akhlaq)
5. Drs. Mujib Rahmat, Kaliwungu, Kendal (Anggota DPR RI)
6. KH. A. Mustaghfirin, Kaliwungu, Kendal (Pengasuh PPPTQ Nurul Amin)
7. KH.A. Toha, Kaliwungu, Kendal (Imam Masjid Al-Muttaqin)
8. KH. Abdullah Maksum, Bogor (Pengasuh PPTQ Manba'ul Furqan)
Dan masih banyak lagi murid-murid Mbah Asror atau alumni PPTQ Al-Asror yang menjadi ulama atau tokoh masyarakat.
Wafatnya Mbah Asror
Pada hari Selasa kurang lebih jam 05.30 WIB tanggal 19 Syawal 1407 H. atau bertepatan dengan tanggal 16 Juni 1987 M., beliau dipanggil oleh Allah swt. untuk selama-lamanya. Ratusan orang mengantarkan kepergian beliau, mengantarkan seorang ulama yang disegani masyarakatnya karena ketawadhu’an, kesederhanaan, dan kedermawanannya. Beliau dimakamkan di samping makam ayah dan kerabatnya.
Semoga kita sebagai santri atau alumni PPTQ Al-Asror bisa meniru dan meneladani sikap kerendahan hati (tawadhu), kesederhanaan, kedermawanan, kesabaran, dan kebaikan-kebaikan Mbah Asror lainnya, serta diakui sebagai santri atau murid beliau di dunia dan akhirat. Lahu al-fatihah...
Wallahu A’lam
Al-Faqir Ila Rahmati Rabbih
Saifur Ashaqi
Kaliwungu Kota Santri