Suatu hari, KH. Idham Chalid (Ketua Umum PBNU sekaligus Wakil Perdana Menteri RI./Wakil Presiden RI.) bersilaturahim atau sowan ke rumah KH. Ahmad Ru’yat (Mbah Ru’yat) di Kaliwungu, Kendal. Pada saat itu, Mbah Ru’yat adalah Pengasuh Pondok Pesantren Salaf APIK Kaliwungu.
Setelah mendapat nasihat-nasihat dari ulama kharismatik Kaliwungu tersebut, KH. Idham Chalid pamit pulang. Akan tetapi, sebelum beranjak dari rumah Mbah Ru’yat, KH. Idham Chalid memberikan sumbangan berupa uang sebesar Rp. 200 ribu (nominal sekarang sekitar 500 juta). Akan tetapi, sumbangan itu ditolak secara halus oleh Mbah Ru’yat. KH. Idham Chalid pun sedikit memaksa agar sumbangan itu diterima oleh Mbah Ru’yat.
“Kiai, ini ada sumbangan uang untuk pembangunan pondok” begitu kata KH. Idham Chalid
“Pondoknya sudah saya bangun” jawab Mbah Ru’yat
“Ya sudah, sumbangan ini untuk keperluan Kiai saja” sahut KH. Idham Chalid
“Sudah, saya sudah cukup, saya jualan jamu dan kitab-kitab, bagi saya itu sudah cukup” jelas Mbah Ru’yat
Akhirnya, sumbangan itu dibawa kembali oleh KH. Idham Chalid.
Baca juga: Misteri Bergesernya Makam KH. Ahmad Ru'yat
Dalam perjalanan mengantar tamunya, Mbah Ru’yat berkata, “Pak Idham, saya minta maaf tidak bisa ikut-ikutan kampanye Partai NU (Pemilu 1955), saya hanya bisa mengajar para santri dan masyarakat”.
“Ya, yang benar seperti itu Kiai, karena itu bagian dari pertahanan (kekuatan) Partai NU” sahut KH. Idham Chalid
Kisah Kezuhudan KH. Ahmad Ru’yat
KH. Ahmad Ru’yat (Mbah Ru’yat) adalah sosok ulama yang alim dan sangat wira’i, waktunya dihabiskan hanya untuk ibadah dengan jalan mengajar para santri dan masyarakat dari mulai ba’da Subuh hingga larut malam.
Pada suatu waktu, beliau kedatangan Gubernur Jawa Tengah yaitu Bapak Mukhtar, kira-kira tahun 1950-an, yang ingin bersilaturrahim kepada beliau. Namun, di saat bersamaan beliau sedang mengajar ngaji para santri tepatnya setelah shalat Dhuhur. Kemudian beliau berkata kepada tamunya itu, “Sampeyan opo sing jenenge Bapak Mukhtar sing mimpin Jawa Tengah?, yen arep perlu karo aku, sampeyan nunggu disik nganti aku rampung ngaji yo,” (Anda yang namanya Bapak Mukhtar, yang memimpin Jawa Tengah?, kalau ada perlu dengan saya, Anda menunggu dulu sampai saya selesai mengajar ya.) seraya beliau mempersilahkan tamunya untuk ikut ngaji disampingnya, padahal diluar rumah banyak yang ndereke (mengawal) Gubernur tersebut.
Itulah salah satu sifat wira’i dan kezuhudan beliau yang tidak pernah silau (terpengaruh) dengan kedudukan maupun status sosial seseorang yang berbau keduniawian.
Wallahu A’lam
Oleh: Saifur Ashaqi
Sumber: Santri-santri Mbah Ru’yat