Selayaknya, kita hidup di dunia memerlukan perjuangan, baik memperjuangkan keluarga, memperjuangkan agama, dan memperjuangkan harta. Rasulullah pernah bersabda: “Kejarlah duniamu seolah-olah engkau hidup selama-lamanya dan kejarlah akhiratmu seolah-olah besok kematianmu akan datang”. Dari sabda itu, digambarkan untuk seimbang dalam mengejar harta dan agama.
Di usiamu yang masih sangat muda, janganlah engkau pernah salah gunakan (umurmu), karena dalam hidup ini, masa muda itu hanya datang satu kali, masa mudamu yang menantikan dan menentukan berlangsungnya kehidupanmu di masa depan.
Demi masa, sesungguhnya manusia hidup dalam kerugian, melainkan mereka yang beriman dan beramal shalih. Jadi, gunakanlah masa mudamu sebelum datang masa tuamu.
Tidak bisa dipungkiri, kita hidup beragama dan berumat demi berlangsungnya dan sempurnanya ibadah, kita itu memerlukan sebuah harta. Seperti ajaran agama Islam, kita diharuskan umat Islam untuk menjadi kaya, akan tetapi Islam melaknat umatnya untuk menjadi budak harta. Jadi, kita itu harus menjadi majikan dari harta yang kita miliki.
Layaknya rukun Islam yang kelima, kita diwajibkan berangkat ke Baitullah untuk berangkat melakukan ibadah haji bagi yang mampu. Dari situ, kita bisa petik pelajarannya, yaitu sempurnanya kita beragama yaitu faktor penunjangnya adalah harta, akan tetapi harta bukanlah jaminan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Karena apa? Karena, jika Allah swt. meletakkan kebahagiaan pada harta, tentu di dunia ini yang bisa menikmati kebahagiaan hanyalah orang-orang yang memiliki harta, akan tetapi Allah swt. meletakkan kebahagiaan itu di dalam hati orang-orang yang bersyukur dan bersabar terhadap setiap ketetapan-Nya.
Baca: Kumpulan Kalam Hikmah Tentang Makna Kehidupan
Memang benar, dengan harta kita bisa membangun rumah sakit, akan tetapi dengan harta kita tidak bisa membeli kesehatan. Dengan harta kita bisa membangun madrasah dan kita bisa membangun masjid, akan tetapi dengan harta kita tidak bisa membeli ilmu dan tidak bisa membeli keimanan. Dengan harta kita bisa membeli pengawal dan membayar sebuah penjagaan yang ketat, akan tetapi dengan harta kita tidak bisa membeli keselamatan.
Dari situ, bisa disimpulkan, bekerja keraslah sebanyak mungkin, sekuat mungkin, segigih mungkin, di usia mudamu. Jadi, engkau bekerja keras untuk menyempurnakan agamamu. Perjuangkanlah keluargamu, perjuangkanlah hidupmu, dan perjuangkanlah agamamu.
Kejarlah duniamu untuk menyempurnakan amal dan ibadahmu. Setelah mendapatkan dunia, jangan sampai engkau tersesat dan tenggelam dari sifat jeratan duniawi.
Asalkan engkau tahu, mencintai dunia itu ada tiga malapetaka, yaitu:
Pertama, kekalutan (kegelisahan) pikiran. Mengapa kekalutan pikiran? Ketika kita sudah terlanjur mencintai dunia, kekalutan pikiran yang terus-menerus timbul menyertai benak dalam diri kita.
Contohnya, ada seorang yang mendapatkan harta banyak, pikirannya akan selalu saja pusing dan bimbang, karena selalu mencari cara, Bagaimana agar mereka dapat mempertahankan dan melipatgandakan harta itu dan agar tidak pernah berkurang di bulan berikutnya?. Setelah bulan berikutnya, dia berhasil dan bahkan pendapatannya bisa meningkat. Apakah manusia itu akan tenang?. Tentunya tidak. Dia akan selalu kalut pikirannya dan mencari cara bagaimana agar dia mendapatkan harta itu lebih banyak lagi di bulan berikutnya. Dia tidak sadar, bahwasanya manusia tidak diciptakan tenang dalam menggunakan harta. Manusia akan selalu saja merasa cemas, meskipun harta sudah berhasil dia kumpulkan sebanyak mungkin.
Kedua, tenaga yang payah. Kelelahan dalam fisik yang terus-menerus tiada hentinya, pikiran yang terkuras dan tenaga yang bekerja terus-menerus, sampai dia lupa akan kesehatan tubuhnya. Kebanyakan orang kaya tidak pernah sempat untuk menikmati hasil kekayaannya, karena dia selalu saja dihantui oleh ketidakrelaan akan hartanya habis.
Ketiga, penyesalan yang tidak akan pernah terputus. Dia akan menderita lahir dan batin, karena dia tidak sadar sudah menghabiskan masa hidupnya untuk mengejar duniawi saja. Dan tibalah waktunya, manusia itu meninggal dunia. Harta yang belum sempat dia nikmati, pikiran yang masih kalut dan belum bisa tenang, maka yang masih belum sempat untuk diistirahatkan, dia harus rela meninggalkannya dengan terpaksa, karena jatah umur di dunia ini telah habis, sementara harta yang dia cari, harta yang berhasil dia kumpulkan, akan diambil alih dan akan dinikmati oleh ahli warisnya, sedangkan dia harus mempertanggungjawabkan di hadapan Tuhannya dan dia akan ditanyakan, Darimana harta itu berasal dan akan kemana harta itu akan dibelanjakan? Kerugian manusia itu bukan hanya di dunia saja, melainkan di akhirat pun dia akan menderita.
Dari perjalanan dan dari pelajaran itu, kita semua bisa petik hikmahnya. Betapa pentingnya melakukan sebuah keseimbangan antara mencari harta dan beribadah kepada-Nya. Ketika kita sudah berhasil mendapatkan harta yang kita mau, kita harus berani melakukan pertapaan (tirakat) di tengah-tengah gemerlapnya duniawi ini. Karena sebanyak apapun harta yang engkau punya dan sebesar apapun kekuatan yang engkau miliki, jangan pernah menggunakan itu semua hanya untuk kepentingan duniawi saja. Menyingkirlah (zuhudlah) engkau dari gemerlapnya dunia ini yang hanya sementara dan fana.
Bahwasanya, hidup di dunia ini hanyalah sementara, bahkan kita harus memikirkan ke depannya kita harus bagaimana, sedangkan hidup yang kekal itu adalah di alam kelanggengan nanti (akhirat). Jadi, jika memang engkau sudah mendapatkan apa yang engkau inginkan, pergunakanlah dan manfaatkanlah itu semua dengan baik-baik, agar kita bisa mendapatkan keindahan (kenikmatan) di alam berikutnya (akhirat).
Wallahu A’lam
Oleh: Saifur Ashaqi
Sumber: Wejangan di Channel Ganang Setioko