Luqman adalah seorang bijak yang namanya diabadikan dalam sebuah surat Al-Qur’an. Di antara nasihat terkenal yang disampaikan Luqman kepada anaknya adalah agar selalu bersyukur kepada Allah. Menurut Luqman, tidak ada takdir buruk karena semuanya sudah diperhitungkan dengan matang oleh Allah.
Dikisahkan dari Said bin Musayyab, Luqman menasihati anaknya agar meyakini bahwa apa yang telah diberikan oleh Allah, baik yang disukai maupun tidak, sesungguhnya itu adalah yang terbaik.
“Wahai ayah, saya belum bisa melakukannya sebelum saya membuktikannya sendiri,” jawab anaknya Luqman, sebagaimana ditulis oleh Imam Ibnul Jauzy dalam Kitab ‘Uyunul Hikayat (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 1971, halaman 109-110).
Mendengar hal itu, Luqman mengajak anaknya untuk menemui seorang nabi di zamannya agar bisa mendapatkan penjelasan yang lebih rinci sehingga bisa mendapatkan pemahaman yang utuh.
"Mari ayah, kita temui nabi tersebut," jawab anaknya.
Setelah bersepakat, keduanya mulai menyiapkan diri untuk menemui sang nabi. Berbagai hal disiapkan mengingat perjalanan yang akan ditempuh cukup berat dan jauh, termasuk 2 ekor keledai yang akan menjadi tunggangan Luqman dan anaknya.
Setelah berhari-hari menempuh perjalanan, keduanya sampai di sebuah gurun yang sangat tandus. Bekal makanan dan minuman pun semakin menipis, energi Luqman dan anaknya mulai menurun.
Bukan hanya itu, 2 keledai yang ditunggangi pun semakin lambat jalannya. Keduanya kemudian memutuskan untuk turun dari keledai dan melanjutkan perjalanan sambil jalan kaki.
Dalam kondisi itu, Luqman melihat jauh di depannya ada sebuah penampakan berwarna hitam dan asap yang menggumpal.
"Bayangan hitam berarti pohon, asap berarti pemukiman penduduk," ucap Luqman dalam hatinya.
Keduanya terus melangkah agar bisa segera sampai ke pemukiman penduduk. Saat berjalan, anaknya Luqman menginjak tulang hingga terjatuh dan pingsan. Luqman sendiri masih fokus melangkah dan mengira semuanya baik-baik saja.
Saat menoleh ke belakang, Luqman baru menyadari bahwa anaknya terjatuh dan pingsan. Ia pun bergegas menghampiri anaknya. Sambil menangis, Luqman mencabut tulang itu dengan giginya kemudian menyobek surbannya untuk membungkus kaki anaknya yang terluka.
Saat menatap wajah anaknya, air mata Luqman menetes ke pipi anaknya hingga membuat anak kesayangannya itu siuman.
“Ayah mengapa menangis, bukannya apa yang menimpa saya ini adalah yang terbaik?” ucap anaknya sambil mengeluh kepada Luqman, mengingat semua bekal sudah habis dan keduanya masih di tengah gurun pasir.
“Anakku, aku menangis karena perasaan sedih seorang ayah kepada anaknya. Mengenai pertanyaanmu, bagaimana bisa kejadian ini lebih baik bagimu, mungkin di depan nanti kita akan mendapatkan jawabannya. Bisa jadi musibah ini lebih ringan daripada musibah yang ada di depan sana, sehingga Allah menghentikan kita di sini dengan musibah ini,” jawab Luqman menenangkan anaknya.
Usai menenangkan anaknya, Luqman menoleh ke depan. Ternyata bayangan hitam dan asap yang sebelumnya terlihat sudah tidak tampak lagi.
“Sudahlah. Mungkin Allah sudah menyiapkan rencana lain,” kata Luqman dalam hatinya.
Tidak lama kemudian dari jauh muncul sosok berpakaian putih yang menunggangi kuda. Luqman terus memperhatikan sosok yang terus mendekatinya itu. Anehnya, saat sudah dekat sosok itu seperti menghilang namun suaranya tetap terdengar.
“Apakah kamu Luqman?” tanya sosok yang tidak terlihat itu.
“Iya benar, saya Luqman. Wahai Hamba Allah, siapa engkau sebenarnya? Saya bisa mendengar suaramu tapi tidak melihat wujudmu,” jelas Luqman
“Aku Jibril, hanya malaikat muqarrabun dan nabi saja yang bisa melihatku,” jawab sosok itu.
“Jika kamu Jibril, tentu kamu mengetahui apa yang sebenarnya terjadi,” kata Luqman
Jibril kemudian menjelaskan bahwa ia ditugaskan oleh Allah untuk menghancurkan kota yang ada di depan sana berikut penduduknya. Pada saat yang hampir bersamaan, Jibril mengetahui bahwa Luqman dan anaknya sedang berjalan menuju kota tersebut. Jibril kemudian memohon kepada Allah agar Luqman dan anaknya ditahan supaya tidak sampai kota dan tidak ikut luluh lantak bersama penduduk setempat.
Jibril kemudian mengusap kaki anaknya Luqman yang terluka, tidak lama kemudian kakinya itu sembuh seperti sedia kala. Tempat makanan dan minuman yang dibawa Luqman juga menjadi penuh setelah diusap oleh Jibril. Tidak lama kemudian Jibril mengangkat keduanya dan mengembalikan ke kota asalnya.
Dari kisah ini dapat kita petik pelajaran bahwa sebenarnya tidak ada takdir yang buruk karena semuanya pasti ada hikmah tersembunyi. Bisa jadi hikmah itu baru disadari esok, lusa, atau bahkan beberapa waktu kemudian. Wallahu A’lam.
Penulis: Muhammad Aiz Luthfi
Sumber: Situs PBNU