Kiai Sa’dun, itulah panggilan sosok kiai yang sangat sederhana dari Kp. Pungkuran, Kutoharjo, Kaliwungu, Kendal. Namanya sederhana sebagaimana sikap dan hidupnya yang sangat sederhana.
Saya mengenal beliau sejak tahun 2013 silam, yaitu saat saya mendapat undangan Qur’anan dari seorang kaya yang dermawan dari Semarang. Orang tersebut meminta tolong saya agar membacakan Al-Qur’an 30 juz secara berjamaah. Akhirnya, saya pun meminta tolong (nyambat) beberapa teman-teman hafidz yang tergabung dalam Jam’iyyatul Qurra wal Huffadz Kaliwungu. Dan diantara beberapa hafidz yang saya mintai tolong itu terdapat nama Kiai Sa’dun. Dari situlah saya mulai mengenal lebih dekat dengan beliau.
Sebelum saya mengisahkan tentang keistimewaan beliau hingga jenazahnya diantar oleh para malaikat. Saya akan sedikit menggambarkan perilaku dan sikap beliau yang sangat baik hingga Allah pun menyayanginya.
Kesederhanaan Hidup dan Sikap Beliau
Beliau dikenal sosok kiai yang hidupnya apa adanya. Kesederhanaan hidupnya didasari oleh kondisi ekonomi yang memang sedang-sedang saja. Sehingga beliau lebih sering mendatangi undangan sema’an Al-Qur’an ataupun keperluan lain di sekitar Kaliwungu dengan hanya berjalan kaki walaupun jarak tempat yang dituju sampai kiloan meter. Jika tujuannya ke Semarang biasanya beliau naik angkot ataupun bis mini.
Beliau juga dalam bergaul dan bersikap dengan orang lain sangat luwes atau tidak neko-neko. Beliau tidak pernah menampakkan diri sebagai seorang hafidz Qur’an ataupun seorang kiai. Kesederhanaan sikap dan gaya hidup yang apa adanya inilah yang mungkin bagi banyak orang sangat jarang diterapkan di zaman sekarang. Akan tetapi, sikap dan gaya hidup seperti itulah yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. dan ditiru oleh ulama-ulama Kaliwungu pada masa lalu, seperti; KH. Ahmad Ru’yat dan Wali Musyaffa’.
Sebelum wafat, memang beliau sudah menderita beberapa penyakit sampai pernah operasi. Mungkin karena keterbatasan ekonomi, sehingga obat-obatan yang dikonsumsi pun tidak selayak orang yang punya. Walaupun penyakitnya berat, tapi beliau hanya mengonsumsi obat-obat biasa.
Istiqomah Dalam Menjaga Al-Qur’an
Beliau dikenal sebagai seorang hafidz Qur’an yang istiqomah. Di usia lebih dari 50 tahun, beliau masih sering mendapat undangan sema’an Al-Qur’an 30 juz dari masyarakat. Karena biasanya di usia-usia tersebut, sekaliber kiai kondang sekalipun sudah pensiun atau jarang menerima undangan sema’an Al-Qur’an 30 juz disebabkan banyaknya kesibukan ataupun sudah tidak lanyah (lancar) lagi. Akan tetapi, hafalan beliau masih lanyah karena keistiqomahan dan perhatian serius beliau pada hafalan Al-Qur’annya. Atau dengan kata lain, beliau benar-benar menjaga hafalan Al-Qur’annya dengan baik.
Di rumahnya yang terbilang sangat sederhana, beliau senantiasa mengajar Al-Qur'an. Walaupun terkadang muridnya yang datang mengaji hanya 1 atau 2 orang, beliau tetap menerima dan tetap mengajar.
Beliau tidak memiliki pondok ataupun majelis, karena memang beliau bukanlah keturunan kiai terpandang di Kaliwungu. Keadaan tersebut tidak sekecil pun mengurangi spirit beliau untuk senantiasa menghabiskan waktu-waktunya untuk Al-Qur’an. Maka, tidaklah mengherankan Allah memuliakan jasadnya dengan mengutus para malaikat untuk mengantar jenazahnya karena keistiqomahan dan perhatian besarnya pada Al-Qur’an.
Amanah Dalam Memegang Tugas
Disamping sebagai seorang hafidz Al-Qur’an, beliau juga mendapat amanah sekira baru 1 tahun lebih sebagai Imam Rawatib (shalat 5 waktu) di Masjid Besar Al-Muttaqin Kaliwungu. Sebelum diamanahi sebagai imam di Masjid Besar Al-Muttaqin, beliau istiqomah sebagai imam mushola di kampungnya. Keistiqomahan dan rasa tanggung jawab beliau dalam menjalankan amanah tidak diragukan lagi. Karena, walaupun dalam keadaan sakit (habis operasi) sekalipun, beliau tetap menjalankan amanahnya dengan baik sebagai imam shalat.
Selain sebagai imam shalat, beliau juga diamanahi sebagai pembimbing thariqah Qadiriyah wan Naqsabandiyah yang biasanya diadakan di aula Pondok Pesantren Nurul Hidayah Pungkuran Kaliwungu.
|
Ilustrasi |
Jenazah Beliau Diantar Para Malaikat
Beliau meninggal pada hari Senin, 11 November 2019. Karena bukan kiai kondang ataupun terpandang di Kaliwungu sehingga yang takziyah pun tidak sebanyak orang-orang yang punya pengaruh di Kaliwungu. Akan tetapi bagi Allah, bukan masalah kondang atau tidak kondang, punya pengaruh atau tidak punya pengaruh. Jika Allah berkehendak dan menyayangi hamba-Nya, maka Allah akan menunjukkan kuasa-Nya. Dan benar, Allah mengirimkan para malaikat untuk mengantar jenazahnya.
Kisahnya, menurut beberapa saksi mata, seusai dishalatkan di Masjid Besar Al-Muttaqin Kaliwungu, para pentakziyah (pengantar jenazah) yang jumlahnya hanya puluhan orang kalang kabut, karena jenazah Kiai Sa’dun seolah berlari ingin segera sampai ke pemakaman. Bahkan, mobil jenazah yang sudah disiapkan oleh Takmir Masjid di depan masjid pun tidak dimasuki oleh jenazah. Para pemikul keranda jenazah pun tidak bisa menghentikan laju kakinya untuk berhenti saat orang-orang berteriak supaya jenazah dimasukkan ke dalam mobil jenazah. Jenazah Kiai Sa’dun terus berlari dan tidak mau dihentikan, sehingga orang-orang yang memikul keranda pun ikut berlari mengimbangi laju cepatnya jenazah hingga sampai ke pemakaman. Kejadian ini menunjukkan ada makhluk-makhluk Allah lain yang ikut memikul jenazah Kiai Sa’dun. Subhanallah…
Hikmahnya, beliau bukanlah kiai besar ataupun kiai terpandang dan bukan pula putra seorang kiai terpandang. Beliau juga tidak punya santri, tidak punya pesantren, ataupun majelis ta'lim. Akan tetapi, Allah benar-benar memuliakan derajatnya di sisi-Nya. Allah hanya melihat amaliahnya, keistiqomahannya, dan kesederhanaannya dalam menjalani hidup. Allah sekali-kali tidak pernah memandang jumlah santrinya, status sosialnya ataupun derajatnya di mata orang. Mudah-mudahan, kita bisa meniru dan meneladani teladan yang baik dari beliau. Amin Ya Robbal Alamin..
Selamat Jalan Kiai Sa’dun…
Lahu al-Fatihah…
Al-Faqir ila Rahmati Rabbih
Saifur Ashaqi
Kaliwungu Kota Santri