Telah diketahui bersama, bahwa makam KH. Maimoen Zubair (Mbah Moen) berada di pemakaman Ma’la, Makkah, atau tepatnya di dekat komplek makam Sayyidah Khadijah. Jarak antara makam Mbah Moen dengan makam Sayyidah Khadijah kurang lebih 500 meter.
Di jagad media sosial akhir-akhir ini telah beredar video-video shalawat Sayyidah Khadijah yang dilantunkan santri-santri Al-Anwar, Sarang, yaitu saat Mbah Moen menerima tamu-tamu dari luar negeri. Perlu diketahui, bahwa Mbah Moen sangat menyukai shalawat Sayyidah Khadijah bahkan beliau lebih menyukai membaca manaqib Sayyidah Khadijah daripada manaqib Syaikh Abdul Qadir al-Jailani. Tentu saja, sebagai seorang ulama yang ‘alim, ahli fiqih, dan ahli thariqah, beliau memiliki alasan tersendiri dalam menentukan sikapnya tersebut.
Siapakah sebenarnya Sayyidah Khadijah menurut penjelasan Mbah Moen dalam salah satu ceramah yang disampaikannya pada suatu acara:
Sayyidah Khadijah sampai usia 40 tahun baru menikah. Pada usia 20 tahun, Sayyidah Khadijah adalah satu-satunya wanita bangsa Quraisy yang tidak buta huruf. Waktu itu, Sayyidah Khadijah sudah bisa membaca kitab Taurat dan kitab Injil yang orisinil. Sehingga pada masa itu tidak ada seorang wanita pun seperti Sayyidah Khadijah. Beliau benar-benar tekun dalam mengkaji, meneliti, mempelajari, dan menelusuri arti Taurat dan Injil.
Pada usia antara 27-28 tahun, Sayyidah Khadijah benar-benar jatuh cinta pada isi dan kandungan kitab Taurat dan Injil terutama tentang sifat-sifat nabi akhir zaman. Kepandaian dan kecerdasan Sayyidah Khadijah dalam mempelajari kitab Taurat dan Injil tidak lepas dari peran guru sekaligus paman beliau yang bernama Waraqah bin Naufal.
Waraqah bin Naufal adalah sosok rahib (pendeta) yang menunggu-nunggu datangnya nabi akhir zaman. Dia merupakan sosok rahib terpandai dan terbaik pada masanya dalam menguasai kitab-kitab kuno (Taurat dan Injil).
Pada usia 28 tahun, Sayyidah Khadijah diberi tahu oleh gurunya, Waraqah bin Naufal, “Wahai Khadijah, sepertinya nabi akhir zaman sudah muncul (lahir)”. Seketika itu, Sayyidah Khadijah berkata, “Demi Allah, mulai sekarang aku tidak akan menikah hingga yang menikahiku adalah nabi akhir zaman”.
Pada usia antara 29-30 tahun, Sayyidah Khadijah pamit kepada gurunya, “Wahai guru, aku mau berdagang sekaligus melihat keadaan”. Sebab, pada waktu itu di kalangan orang-orang Quraisy terpecah menjadi dua kubu. Kubu pertama yang dimotori oleh Bani Hasyim dan Bani Muthalib memperjuangkan Muhammad sebagai calon nabi akhir zaman. Sedangkan kubu yang lainnya juga menginginkan calon nabi akhir zaman berasal dari golongannya.
Dengan kepandaian dan kecerdikan yang dimiliki Sayyidah Khadijah dalam melihat situasi seperti itu, beliau tidak mudah terpancing dan terpengaruh oleh perpecahan dua kubu tersebut.
Menurut Mbah Moen, “Kepandaian sebab tirakat itu tidak seperti kepandaian yang sebenarnya, yaitu ilmu yang benar-benar didapat dari seorang guru dan tata caranya”.
Keluarga Nabi (Bani Hasyim dan Bani Muthalib) merasa yakin bahwa Muhammad akan menjadi nabi akhir zaman. Akan tetapi, bagi Sayyidah Khadijah keyakinan bahwa Muhammad akan menjadi nabi akhir zaman harus dibuktikan dan perlu ditelusuri tanda-tandanya. Itulah kecerdikan Sayyidah Khadijah dalam membaca situasi. Sayyidah Khadijah tahu bahwa keberadaan nabi pasti nyambung (terkait) dengan nabi-nabi sebelumnya. “Apa keterkaitan Muhammad dengan nabi-nabi sebelumnya?” begitulah batin Sayyidah Khadijah bertanya-tanya.
Perlu diketahui, bahwa nabi-nabi yang dikenal luas oleh manusia hanya ada empat, yaitu; Nabi Adam, Nabi Nuh, Nabi Ibrahim disusul oleh keturunan-keturunannya, dan ditutup oleh Nabi Muhammad.
Nabi Adam diberi keistimewaan oleh Allah dengan buah Tin. Buah Tin adalah buah yang menyebabkan Nabi Adam diturunkan ke bumi. Masa buah Tin menyambung sampai masa Nabi Nuh. Saat bencana banjir besar dan topan pada masa Nabi Nuh, buah Tin sudah tidak ada lagi. Setelah banjir reda tumbuhlah pohon-pohon Zaitun, sampai masa Nabi Ibrahim pohon Zaitun masih ada. Sampai akhirnya tiba zaman Thursina sampai masa Nabi Isa. Jadi, nabi-nabi yang diutus Allah setelah Nabi Ibrahim sampai Nabi Isa pasti pernah melalui wilayah Thursina.
Adapun yang ditunggu-tunggu oleh Sayyidah Khadijah akan datangnya nabi akhir zaman belum ada yang pernah melewati wilayah Thursina termasuk Muhammad sendiri. Sayyidah Khadijah pun masih terus menunggu-nunggu informasi valid tentang datangnya nabi akhir zaman. Itulah diantara kecerdikan Sayyidah Khadijah dalam membaca situasi, beliau tidak langsung percaya akan datangnya informasi (ilmu) tanpa adanya petunjuk guru, berbeda halnya dengan orang-orang Quraisy pada waktu itu.
Pada usia 35 tahun, Sayyidah Khadijah masih tetap tidak mau menikah walaupun banyak orang yang melamar. Tidaklah mengherankan, sebab Sayyidah Khadijah adalah sosok wanita yang cantik, berwibawa, dan kaya raya.
Pada saat Sayyidah Khadijah berusia 40 tahun, sedangkan Muhammad berusia 25 tahun, Muhammad berencana ingin berdagang di wilayah Syam. Setelah mendengar info bahwa Muhammad akan ke Syam, Sayyidah Khadijah mulai percaya bahwa Muhammad inilah calon nabi akhir zaman. Sebab, jika seseorang menuju wilayah Syam tentu akan melewati wilayah Thursina atau setidaknya mendekati Thursina.
Sayyidah Khadijah bertanya kepada Muhammad, “Kamu minta harta (barang dagangan) ke saya untuk menuju ke Syam dengan akad apa? Apa akad pinjam uang? Apa akad syirkah (kerja sama)? Apa akad mukhabarah?”
Itulah salah satu kecerdikan Sayyidah Khadijah dalam berbisnis (berdagang), karena waktu itu Muhammad belum mengetahui tentang ilmu-ilmu dagang. Bahkan Allah pernah berfirman dalam surah Ad-Duha ayat 7: “Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk”.
Kemudian Sayyidah Khadijah pun memberi solusi kepada Muhammad, “Enaknya begini, dengan akad syirkah, barang dagangan milik berdua. Adapun barang dagangan yang kamu ambil bisa hutang dulu ke saya, atau saya kasih cuma-cuma, atau sebagai hadiah dari saya. Akan tetapi barang dagangan tetap milik berdua.”
Akhirnya, Sayyidah Khadijah mengutus seorang laki-laki yang dipercaya, ia bernama Maisarah, ia ditugaskan untuk menemani Muhammad.
Sayyidah Khadijah berkata kepada Muhammad, “Saya tidak bisa menemani kamu, sebab saya perempuan kamu laki-laki, jadi saya mengutus Maisarah ini sebagai wakil saya saat menemani kamu dalam berdagang di Syam.”
Maisarah sebagai utusan yang dipercaya oleh Sayyidah Khadijah pun mencatat segala apa yang terjadi saat dalam perjalanan menemani Muhammad menuju Syam secara detail. Ada peristiwa yang dicatat Maisarah, yaitu saat sebuah pohon berjalan mengiringi dan menaungi diri Muhammad. Bahkan saat peristiwa penting terjadi di wilayah Basrah, tepatnya di gereja Batu. Di gereja itu dulu pendetanya bernama Nasthura. Dua unta yang dinaiki Muhammad dan Maisarah saat berada di depan gereja Batu itu tiba-tiba berhenti.
Lalu kedua penumpang unta tersebut diamati oleh Nasthura, Nasthura tahu bahwa orang ini (Muhammad) akan menjadi nabi akhir zaman. Sebab tidak ada mata yang ada merahnya seperti titik merah seperti halnya mata milik Muhammad. Itu adalah salah satu tandanya nabi akhir zaman. Kemudian Nasthura memberitahukan hal ini ke Maisarah, “Hati-hati ya, orang ini (Muhammad) yang akan diutus menjadi nabi akhir zaman, tandanya adalah matanya ada titik merahnya, coba kamu lihat!”
Catatan-catatan peristiwa selama perjalanan menuju Syam akan dilaporkan Maisarah kepada tuannya, Sayyidah Khadijah. Sesampai di Mekkah, Maisarah pun melapor ke Sayyidah Khadijah. Tanpa ada laporan dari Maisrah pun, sebenarnya Sayyidah Khadijah sudah percaya bahwa Muhammad akan menjadi nabi akhir zaman. Ini dibuktikan dengan perjalanan Muhammad menuju Syam yang melewati wilayah Thursina sebagaimana perjalanan nabi-nabi sebelumnya.
Oleh karena itu, setelah kedatangan Muhammad dari Syam, Sayyidah Khadijah meminta kepada Muhammad untuk menjadi suaminya. Sayyidah Khadijah pun melamar Muhammad, walaupun hal ini bukan tradisi orang-orang Arab. Sebab, tradisi orang-orang Arab yang melamar adalah pihak laki-laki. Maka, Muhammad pun menolak secara halus seraya berkata, “Aku terserah pamanku, sebab yang mengasuhku adalah pamanku”
Akhirnya, paman Muhammad (Abu Thalib) menyetujui Muhammad menikah dengan Sayyidah Khadijah dengan mahar 100 unta.
Wallahu A’lam
Oleh: Saifur Ashaqi
Disarikan dari ceramah KH. Maimoen Zubair