|
KH. M.A. Sahal Mahfudz dan KH. Maimun Zubair |
Indonesia
kembali berduka dengan wafatnya seorang ulama besar, maestro ilmu fiqih dan
pencetus fiqih sosial. Beliau adalah Syaikhuna KH. M. A. Sahal Mahfudz. Kyai
Sahal biasa beliau dipanggil, adalah Rais Syuriyah PBNU sejak tahun 1999 - sekarang dan Ketua Umum
MUI Pusat sejak tahun 2000 – sekarang. Kedalaman ilmu dan ketawadhu’an perilaku
beliaulah yang akan kita kenang dan coba kita tauladani. Beliau adalah sosok
ulama yang sangat disiplin dan penyabar.
Saya
teringat dawuh KH. Mustofa Bisri (Gus Mus) ; “Orang besar bukanlah orang
yang punya jabatan, status sosial dan santri yang banyak. Akan tetapi, orang
besar adalah orang yang dapat mencetak santri / murid yang besar pula”.
Dari dawuh ini, saya berkeyakinan bahwa Kyai Sahal adalah orang yang besar,
karena ribuan santri beliau banyak yang telah menjadi orang-orang besar.
Kyai Sahal
adalah sosok yang mendobrak tradisi ilmu fiqih pesantren menjadi lebih bisa
dipahami oleh kalangan non-pesantren. Beliau tidak segan bila berbeda pendapat
dengan ulama pesantren yang lebih mengedepankan tekstual dalam memutuskan
masalah hukum Islam (fiqih). Karena, sosok Kyai Sahal merupakan ulama yang
mengkombinasikan antara tekstual dan kontekstual dalam memahami permasalahan
yang timbul di dalam masyarakat terutama tentang fiqih. Tidak mengherankan,
bila beliau dinobatkan sebagai pencetus fiqih sosial.
Selain
sebagai maestro fiqih Indonesia, beliau juga dikenal masyarakat sebagai seorang
Kyai yang sangat sederhana dan tawadhu’. Berikut kisah sikap kesederhanaan dan
ketawadhu’an beliau yang pernah saya ingat.
Kyai Besar
Yang Sederhana
Suatu waktu,
beliau diundang sebagai penceramah di daerah sekitar Pati. Sudah tidak asing
lagi kalau beliau adalah ulama yang dikenal sangat disiplin waktu dan sederhana
dalam berpenampilan. Setiba beliau di tempat acara, si penerima tamu tidak tahu
kalau orang yang datang adalah Kyai yang akan memberikan Mauidhah Hasanah.
Karena memang, beliau lebih suka dan lebih sreg berpenampilan layaknya orang
kampung biasa, dengan batik dan songkok yang tidak mencolok. Dengan tanpa
sungkan, si penerima tamu mempersilahkan beliau duduk di deretan para hadirin.
Tibalah waktunya,
pembawa acara menyampaikan acara inti yaitu Mauidhah Hasanah dan
menyebut KH. Sahal Mahfudz untuk menyampaikan ceramahnya. Beliau pun beranjak
dari kursi deretan pengunjung pengajian dengan ketawadhu’annya. Betapa kaget si
penerima tamu ketika melihat KH. Sahal Mahfudz berdiri di deretan para
pengunjung. Dengan hati dag dig dug, si penerima tamu merasa bersalah
bercampur kagum ketika melihat kesederhanaan dan ketawadhu’an beliau. Dia tidak
menyangka kalau Kyai besar yang mengisi ceramah itu, ia persilahkan duduk di
deretan pengunjung dan dengan ketawadhu’annya beliau tidak menampakkan
ke’aliman dan kebesarannya. Subhanallah
Kyai Besar
Yang Tawadhu’
Kyai Sahal
dikenal sebagai Kyai yang ‘alim sudah sejak beliau masih muda. Bahkan beliau
sudah masuk dalam jajaran Syuriyah di Ormas NU pada sekitar umur 40-an. Sebuah
pencapaian dan kedalaman ilmu yang luar biasa. Karena, dalam tradisi NU
biasanya kyai-kyai yang berada di jajaran Syuriyah adalah kyai-kyai yang sudah
sepuh. Namun, karena kedalaman penguasaan ilmu beliau yang mumpuni itulah,
beliau ditunjuk sebagai anggota Syuriyah NU.
Suatu waktu,
pada saat muktamar NU, beliau sebenarnya dipilih dan ditunjuk oleh sebagian
kyai-kyai NU yang mengikuti muktamar untuk menduduki jabatan Rais ‘Am PBNU.
Namun, dengan sikap tawadhu’ dan ta’dhim beliau kepada para kyai sepuh NU,
beliau menolak dengan halus permintaan para kyai yang memilihnya. Beliau merasa
masih muda dan belum berhak untuk menduduki jabatan itu. Akhirnya, peserta
muktamar memilih KH. A. Ilyas Ruchiyat dari Cipasung, Tasikmalaya, Jabar
sebagai Rais ‘Am PBNU.
Itulah,
sebagian kecil kisah tentang ke’aliman, kesederhanaan, kedisiplinan,
keta’dhiman dan ketawadhu’an KH. M. A. Sahal Mahfudz. Hari ini, kita semua
merasa kehilangan seorang sosok Kyai panutan umat dan sosok penerang dunia.
Kyai Sahal adalah cermin bagi kyai-kyai muda, bahwa kedalaman ilmu dan
kebesaran nama bukanlah sesuatu yang perlu dibanggakan dan disombongkan. Beliau
mengajarkan kepada kita, bahwa ke’aliman dan kebesaran nama tidaklah akan abadi
selagi kita belum bisa memanfaatkan ilmu dan suri tauladan yang baik bagi umat.
Selamat
Jalan Kyai…
Selamat
Jalan Pencetus Fiqih Sosial…
Selamat
Jalan Maestro Ushul Fiqih…
Bakti Dan
Jasa Engkau Akan Selalu Dikenang Santri Dan Umat…
اللّهمّ اغفر له وارحمه وعافه واعف عنه واجعل الجنّة
مثواه ...آمين يا ربّ العالمين
al-Faqier
ila Rahmati Rabbih
Saifurroyya
24-01-14,
Kaliwungu Kota Santri
Kunjungi :
ADS HERE !!!